Dreams are renewable. No matter what our age or condition, there are still untapped possibilities within us and new beauty waiting to be born.

-Dale Turner-

Rabu, 13 Juli 2011

Langit, Yang Tercerahkan


Senja akan datang

Langit menatap Matahari yang selalu riang. Ada satu gundah yang ingin diungkapnya.

”Matahari, aku sangat senang melihat Bumi. Dia selalu punya teman-teman yang indah. Ada Bunga, Sungai, Gunung dan lain-lain.”

”Senang.. atau iri..?”, sahut Matahari, tajam.

”Serius, aku senang, bahagia.. ga pakai iri.”, ia menafikkan.

”Iri akan kebaikan itu, boleh.”, kata Matahari.

”Tapi, aku nggak iri kok.”, ulangnya lagi.

”Aku hanya menyesal, mengapa tak bisa sebaik Bumi.”

”Memang.. open mind itu susah. Jadilah seperti komputer, yang selalu menerima data tanpa perasaan. Copy saja.”

“Jadi, aku ini, menolak dibilang iri, karena perasaan..?”, payung bumi itu gamang dengan penolakannya sendiri.

”Aku ga bilang gitu.”, kata Matahari.

Langit.. merenung.

”Setelah mundur.. ke beberapa menit yang lalu. Aku jadi merasa. Kamu benar.”, katanya.

”Jika ada yang memberi data yang tidak familiar, jangan langsung nge-blok pakai kabutmu. Pasang saja pertanyaan.. ”Oo.. gitu ya”.. ”ada dalilnya”, jelas sang Matahari.

”Bagaimana cara meruntuhkan blok kabutku..??”, mulai menyadari kekeliruannya.

”Pakai Tauhid.”, kata Matahari, yakin.

Langit terdiam. Tauhid..? Aku kenal kata itu. Tapi, aku tak tau, sadalam apa aku kenali Tauhid. ”Ajari aku..”, katanya pada Matahari.

Matahari meredup. Kemudian berkata, ”Kenali dirimu.. Maka Tauhid, akan menyukaimu.”

“Who am I..?? Satu pertanyaan yang mesti kujawab.. untuk menemukan tauhid. Lalu.. selama ini.. aku kemana aja ya?”, wajah Langit agak mendung.

“Siapa aku..? Apa yang kutampilkan selama ini..? Untuk siapa..?”, Matahari menatap Langit penuh tanya.

”Tak pernah ada yang bertanya seperti itu. Bahkan aku sendiri.”, Langit makin gelap berawan.

”Ada.”, kata Matahari. Bergetarlah ruang di ketinggian itu, beberapa kilat dan petir bersahutan. Ia bertanya-tanya. Siapa itu, yang pernah bertanya begitu padanya. ”Hanya saja, telinga hatimu tak cukup mendengar. Karena, pertanyaan-pertanyaan itu, begitu lembut.” Mendengar itu, ia memecah awan. Gerimis, dan makin menderas.

”Terlalu..”, katanya.

”Terlalu..?”, Matahari tak mengerti.

”Aku ini, sungguh terlalu.”, tangis sang Langit, agak mereda. Bersyukur dia, para Bintang belum datang. Kalau tidak, para Bintang tentu mengejeknya.

Matahari tersenyum.

”Bahkan yang terdekat pun, tidak didengarnya. Langit ini, selalu bicara tentang kecerahan hati. Namun, ia tak kenali kecerahan hatinya sendiri.”, Langit menunduk.

”Ya, pengawasan hati harus dilakoni. ”Mengintai hati.”, pendar lembut sang Matahari. Menembus celah awan.

”Hiks.. malu.”, Langit merona jingga, tepat dengan senja. Tersipu tunduk lalu simpuh. Malu pada Penciptanya.

”Jangan malu pada makhluk. Karena itu menutupi hati, menulikan telinga hati.”

”Betul.”, kata Langit.

”Bahkan, aku pun tuli hati. Ada beberapa bagian semesta, yang hampir tak pernah kusinari.”, lidah api sang Matahari melemah.

Langit memaklumi, ”Setidaknya, Allaah masih sayang. Ada saja cara-Nya, membuka telinga hati kita. Pelan.. pelan.”, disadarinya kembali. Allaah selalu indah. ”Terimakasih ya, Matahari.”

”Ok, sama-sama. Ajaklah yang lain, untuk membuka telinga hati dan mendengarkan suara lembut itu.”, ujar Matahari.

”Biar kubuka telingaku dulu.”, Langit merasa tak pantas untuk menyeru.

”Berlatihlah, sambil mengajak pula. Tak perlu menunggu sempurna, untuk mengajak mendengar suara lembut itu. Lalu, dengarkan bersama-sama”, lanjut Matahari, bijak.

Langit mulai cerah. Senja memang datang. Memulas kuas bercat hitam pada Langit. Namun, Langit sudah tercerahkan. Oleh dialognya dengan Matahari.

”Aku pamit, Rembulan telah berbisik. Dia akan menggantikanku. Semoga Allaah merahmatimu.”, Matahari perlahan pergi.

Langit telah hitam sempurna. Namun, ia tersenyum berbinar, ketika melihat Bulan. Karena, ia masih menemukan senyum Matahari, pada sinar sang Rembulan. Jumpa esok lagi, Matahari yang riang. Insyaa Allaah.

0 komentar:

Posting Komentar