Dreams are renewable. No matter what our age or condition, there are still untapped possibilities within us and new beauty waiting to be born.

-Dale Turner-

Rabu, 25 Januari 2012

Menyapa Dua Mata Cinta


Ayah dan ibu adalah dua mata cinta yang terlalu bening. Mereka menghimpun kebaikannya dalam diam. Mempermudah kata agar kita segera memahami maksud. Dalam banyak waktu, mereka menyembunyikan keletihannya agar kita bisa tertawa bersama. Berbagi kehangatan dalam cinta.

Tapi entah mengapa? diri ini kerap alpa terhadap prilaku-prilaku sunyi itu. Kita lupa bahwa dalam keterjagaannya, malam-malam mereka menjadi begitu panjang. Karena dengan suara parau dan linangan air mata, ada bait-bait doa yang ia lantunkan untuk kita. Anak-anaknya. Dan dalam diamnya, kita juga jarang menduga bahwa di sana, pada hati yang sebening embun itu, mungkin saja ada cinta yang tak tersapa.

Mereka memang tak pernah menuntut balas. Setiap letih yang mereka lakukan untuk kita adalah murni tentang ketulusan. Mereka mendefinisikan hidupnya dengan apa adanya. Menafsirkan cintanya dengan kerja-kerja nyata. Yang mereka punya sebenarnya juga tak banyak. Tapi, yang mereka berikan untuk kita sesungguhnya sudah lebih dari cukup.

Masih ingatkah, saat pertama kali kita pintar mengeja kata. Terbata-bata membaca huruf hijaiyah. Menyaksikan semua itu, wajah ayah dan ibu secerah purnama. Karena bagi mereka, setiap kemajuan diri kita adalah penawar dari segala letih yang tak terbayar itu. Semua harapan itu tersirat dari raut muka, tutur kata dan tentu saja dalam bait-bait doa yang tak pernah kita kenal.

Terhadap harapan-harapan sunyi itu, mereka memang tak memintanya secara nyata. Tapi, kita harus merencanakannya. Karena jangan sampai, karena ketidakmampuan diri ini mencerna isyarat batin mereka dengan baik. Memahami keinginannya yang sederhana. Dua mata cinta yang sebening embun itu, menjadi cinta yang tak tersapa.

Terhadap dua mata cinta itu, sudahkah kita menyapanya?

0 komentar:

Posting Komentar